Medsa.id - Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD mengungkap sudah sebanyak 59 perguruan tinggi se-Indonesia yang telah menyatakan sikapnya terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Sampai sore ini sudah 59 perguruan tinggi dan ini akan terus setiap perguruan tinggi akan menyatakan sikap untuk mengawal pemilu dan tentunya munculnya pemerintahan yang beretika," kata Mahfud dalam acara Tabrak Prof! di sebuah cafe daerah Seturan, Sleman, DIY, Senin (5/2) malam.
Mantan Menko Polhukam RI itu pun menyampaikan apresiasinya untuk para guru besar dan para civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah memantik gerakan ini.
Kendati, lanjut Mahfud, gerakan ini tak lepas dari sebuah upaya intimidasi berbalut operasi untuk mengarahkan para rektor berbagai perguruan tinggi untuk menyuarakan narasi tandingan.
Kata Mahfud, intervensi menyasar para rektor perguruan tinggi yang belum menyatakan sikapnya terhadap pemerintahan Jokowi.
"Muncul sejumlah operasi mendekati rektor-rektor yang belum mengemukakan pendapatnya, belum berkumpul untuk deklarasi, mereka ini diminta untuk menyatakan sikap yang berbeda. Sikap yang berbeda didatangi mereka untuk menyatakan bahwa Presiden Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid terbaik," kata Mahfud.
Namun, lanjut Mahfud, tak semua rektor yang didatangi oknum mengiyakan permintaan tersebut. Salah satunya adalah Ferdinandus Hindiarto, rektor Universitas Katolik Soegijapranata.
"Ada beberapa rektor perguruan tinggi yang kemudian membuat pernyataan seperti yang diminta oleh orang yang melakukan operasi itu. Tapi ada rektor yang jelas-jelas menolak, yaitu rektor Universitas Soegijapranata dari Semarang," ucap Mahfud.
"Dia menyatakan didatangi oleh seseorang untuk membuat pernyataan mendukung bahwa pemerintahan Pak Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid nomor satu dan sebagainya," beber Mahfud.
Sementara itu, Mahfud menambahkan, sebagian rektor memilih untuk memodifikasi pernyataan mendukung Jokowi itu, ada pula yang bersikap netral dengan menyakan kampusnya tak terlibat gerakan ini.
"Ada beberapa rektor perguruan tinggi yang kemudian membuat pernyataan seperti yang diminta oleh orang yang melakukan operasi itu. Tapi ada rektor yang jelas-jelas menolak, yaitu rektor Universitas Soegijapranata dari Semarang," ucap Mahfud.
"Dia menyatakan didatangi oleh seseorang untuk membuat pernyataan mendukung bahwa pemerintahan Pak Jokowi baik, pemilu baik, penanganan Covid nomor satu dan sebagainya," beber Mahfud.
Sementara itu, Mahfud menambahkan, sebagian rektor memilih untuk memodifikasi pernyataan mendukung Jokowi itu, ada pula yang bersikap netral dengan menyakan kampusnya tak terlibat gerakan ini.
Hingga Senin (5/2) tercatat sudah lebih dari tujuh kampus yang mengkritik Jokowi. Mereka adalah Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas, Padjadjaran (Unpad), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Mulawarman Samarinda, hingga Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Pihak Istana menanggapi akademisi kampus di Indonesia yang beramai-ramai membuat petisi maupun pernyataan sikap mengkritisi Jokowi agar bertindak sesuai koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menganggap wajar jika menjelang pemilu pasti muncul pertarungan dan penggiringan opini di tengah-tengah masyarakat.
Sumber : cnnindonesia.com
No comments: